Rabu, 20 Juni 2012

Virus Hati yang Bernama Al-Isyq

إن الحمد ﷲ نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باﷲ من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا من يهده ﷲ فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له أشهد أن ﻻإله إﻻ ﷲ وأشهد أن محمدا عبده ورسوله
فإن خيرالحديث كتابﷲ وخير الهدي هدي محمدصلى ﷲ عليه وعلى اله وسلم وشراﻻمور محدثاتها وك
ل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة فنار

Virus hati yang bernama al Isyq (cinta), ternyata telah memakan banyak korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja nekad bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula sejak mereka bersama menggembala domba sewaktu kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi gila ketika Laila dipersunting oleh pria lain. Apakah anda pernah mengalami problema seperti ini atau sedang mengalaminya ? Mari kita simak terapi mujarab yang disampaikan Ibnul Qayyim dalam karya besarnya Zadul Ma’ad.

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, ”Gejolak cinta merupakan jenis penyakit hati yang memerlukan penanganan khusus. Disebabkan berbeda dengan jenis penyakit lain, baik dari segi bentuk, penyebabnya maupun terapinya. Jika telah menggerogoti kesucian hati manusia dan mengakar di dalam hati, sulit bagi para dokter mencarikan obat penawarnya dan penderitanya sulit disembuhkan.”



KRITERIA MANUSIA YANG BERPOTENSI TERJANGKIT PENYAKIT AL ISYQ 

Penyakit al Isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa cinta kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu denganNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam,

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

“Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”. (Yusuf : 24).

            Dari ayat di atas, nyatalah bahwa mengingat Allah azza wa jalla merupakan cara yang ampuh untuk menghindar dari virus ini. Artinya, hal yang dapat memalingkan manusia dari kemaksiatan adalah dengan cara menghindari berbagai sarana yang dapat membawa kita menuju kemaksiatan itu.

Ulama Salaf berkata, “Penyakit cinta adalah getaran hati yang kosong dari segala sesuatu yang tidak berhubungan dengan kecintaannya itu”.

Penyakit al Isyq terjadi karena dua sebab.
1.        Karena mengganggap indah hal yang dicintainya.
2.        Perasaan ingin memiliki sesuatu yang dicintainya. 

Jika salah satu dari dua faktor ini tidak ada, niscaya kita tidak akan tertular virus ini. Walaupun penyakit kronis ini telah membingungkan banyak orang dan sebagian pakar berupaya memberikan terapinya, namun solusi yang diberikan belum juga berhasil.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “ketetapan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan hikmahNya dalam menciptakan makhlukNya dalam kondisi saling mencari yang sesuai dengannya. Secara fitrah saling tertarik dengan jenisnya, dan sebaliknya akan menjauh dari yang berbeda dengannya.”

Allah Azza wa Jalla befirman,

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا

“Dialah Yang Menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya”. (Al A’raf : 189).

Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

الْأَرْوَاحُ جُنُودٌ مُجَنَّدَةٌ فَمَا تَعَارَفَ مِنْهَا ائْتَلَفَ وَمَا تَنَاكَرَ مِنْهَا اخْتَلَفَ

“Ruh-ruh itu ibarat tentara yang saling berpasangan, yang saling mengenal akan bersatu dan yang saling mengingkari akan berselisih.” (HR. Bukhari [7/267] dari ‘Aisyah secara muallaq, dan Muslim [2638] dari jalan Abu Hurairah secara mausul).

Karena itulah syariat Allah menghukumi sesuatu menurut jenisnya. Mustahil syariat menghukumi dua hal yang sama dengan perlakuan berbeda atau mengumpulkan dua hal yang kontradiktif. Barang siapa yang berpendapat lain, maka jelaslah karena minimnya ilmu pengetahuannya terhadap syariat ini atau kurang memahami kaedah persamaan dan sebaliknya. 

Allah berfirman,

احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ

"Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah”. (Ash Shaffat : 22).

Yakni setiap orang akan dikumpulkan dengan orang-orang yang sama perilakunya. Allah akan mengumpulkan orang-orang yang saling mencintai karenaNya ke dalam surga, dan orang–orang yang saling berkasih-kasihan di atas jalan syetan digiring ke neraka. Mau tidak mau, maka setiap orang akan dikumpulkan dengan siapa yang dicintainya.

Di dalam Mustadrak Al Isyq Hakim disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ”Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum, kecuali akan dikumpulkan bersama mereka kelak.” (HR. Ahmad [6/145] dan An Nasa’i dari jalan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha).


CINTA DAN JENIS-JENISNYA
Cinta memiliki berbagai macam jenis dan tingkatan. Diantaranya,
1.        Mahabbatu fillah wa lillah
Cinta ini adalah cinta karena Allah dan di dalam agama Allah. Yaitu cinta yang mengharuskan mencintai apa-apa yang dicintai Allah, dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan Rasulullah. Cinta ini adalah cinta yang tertinggi dan yang paling mulia.

2.   Cinta yang terjalin karena adanya kesamaan dalam cara hidup, agama, madzhab, ideologi, hubungan kekeluargaaan, profesi dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.

3.        Al Mahabbah al ‘Ardhiyah
Yaitu cinta yang motifnya karena ingin mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya, baik karena kedudukan, harta, ataupun karena kebutuhan biologis. Cinta yang didasari hal-hal seperti itu akan hilang bersama hilangnya apa yang ingin didapatkan dari orang yang dicintainya.
Yakinlah, bahwa orang yang mencintaimu karena sesuatu, akan meninggalkanmu ketika telah mendapat apa yang diinginkannya darimu.

4.        Mahabbah al Isyq
Yaitu cinta karena adanya kesamaan dan kesesuaian antara yang cinta dan yang dicintai. Cinta ini tidak akan sirna kecuali jika ada sesuatu yang menghilangkannya. Cinta jenis ini, yaitu berpadunya ruh dan jiwa. Cinta ini dapat membuat rasa was-was, hati yang gundah bahkan kehancuran.



TERAPI PENYAKIT AL ISYQ
Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al Isyq dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut ialah sebagai berikut,

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari riwayat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang mampu untuk menikah, maka hendaklah dia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina)”.

Hadis ini memberikan dua solusi utama dan sulusi pengganti, yaitu,
·           Menikah. Jika solusi ini dapat dilakukan, maka tidak boleh mencari solusi yang lain.
Ibnu Majah rahimahullah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,


قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ

“Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.”
Allah azza wa jalla berfirman,
,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”. (An Nisa : 28).

Allah menyebutkan dalam ayat ini “keringanan” yang diberikan terhadap hambaNya. Dan Allah mengetahui kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang baik-baik.

Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita itu jika mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. 

·           Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan akibat tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada diri sendiri bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya.

·           Mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dijangkaunya itu ibarat perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?

·           Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang karena larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Yaitu dengan cara menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya itu tertutup, dan mustahil tercapai.

·           Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah ia mau meninggalkannya karena takut kepada Allah.

·           Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak menerima terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya, dan kemaslahatan yang akan gagal diraihnya.

·           Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi keburukan orang yang dicintainya dan hal-hal yang dapat membuatnya menjauh darinya. Jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya, niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan daripada keindahannya. Hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang belum diketahuinya. Sebab sebagaimana kecantikan sebagai faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya, maka demikian pula kejelekan merupakan pendorong kuat agar dapat membenci dan menjauhinya.

·           Jika terapi tadi masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon kepada Allah. Hendaklah dia menyerahkan jiwanya sepenuhnya di hadapan kebesaranNya sambil memohon dan merendahkan diri.

Jika dia dapat melaksanakan terapi akhir ini, maka sesungguhnya dia telah membuka pintu pertolongan Allah. Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya. Jangan menjelek-jelekkan kekasihnya dan mempermalukannya di hadapan manusia ataupun menyakitinya. Sebab hal tersebut merupakan kedzaliman dan melampaui batas.
(Zadul Ma’ad fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4 hlm. 265-274).

دينك على قلبي ثبت القلوب يامقلب

“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, teguhkan hati kami di atas agama-Mu.”
(HR Tirmidzi [no.3522], Ahmad [4/302], al Hakim [1/525], Shohih Sunan Tirmidzi [no.2792]).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar