Minggu, 22 Juli 2012

Muhammad bin Abdul Wahab Fitnah Nejed ? (part.3)


Kedua : Muhammad bin Abdul Wahhab dan cukur rambut [6]

Adapun tudingan saudara Masun Said Alwy bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya dan ini termasuk dalam hadits Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, ”Tanda mereka adalah cukur rambut.”

Kebohongan ini pun bukanlah hal yang baru. Ini hanya daur ulang dari para pembohong sebelumnya seperti, Jamil az-Zuhawi al-Iraqi dalam al-Fajr ash-Shadiq dan Ahmad Zaini Dahlan dalam Durarus Saniyyah, dan lain-lain.

Tuduhan ini sangat mentah. Tujuan di balik itu sangat jelas, yaitu melarikan manusia dari dakwah yang disebarkan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Ada beberapa point untuk mendustakan tuduhan ini,

(1) Mereka mendustakan tuduhan bohong ini
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata tatkala membantah tuduhan bahwa ulama dakwah mengkafirkan orang yang tidak mencukur rambut kepalanya,
”Sesungguhnya ini adalah kedustaan dan kebohongan kepada kami. Seorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir tidak mungkin melakukan hal ini. Karena kekufuran dan kemurtadan tidaklah terealisasikan kecuali dengan mengingkari perkara-perkara agama yang maklum bi dharurah (diketahui oleh semua). Macam-macam kekufuran, baik yang berupa ucapan maupun perbuatan adalah perkara yang maklum bagi para ahli ilmu. Tidak mencukur rambut kepala bukanlah termasuk di antaranya (kekufuran atau kemurtadan), bahkan kamipun tidak berpendapat bahwa mencukur rambut adalah sunnah, apalagi wajib, apalagi kufur keluar dari Islam bila ditinggalkan.” (Durarus Saniyyah [10/275-276])

Syaikh Sulaiman bin Sahman berkata, ”Ini termasuk kebohongan, kedustaan, kezhaliman, dan penganiayaan.” (adh-Dhiya’ asy-Syariq [hal.119])

Syaikh Muhammad Basyir al-Hindi berkata juga, ”Ini adalah kedustaan yang sangat jelas dan kebohongan yang sangat keji.” (Shiyanatul Insan ‘an Waswasah Syaikh Dahlan [hal.560])


(2) Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang mencukur rambut

Merupakan bukti yang menguatkan kebohongan tuduhan ini, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah telah menjelaskan pendapatnya dalam masalah mencukur rambut atau memeliharanya, yang menyelisihi tuduhan musuh-musuhnya. Beliau berkata,
”Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang yang memelihara rambutnya? Dia menjawab, ’Sunnah yang bagus, seandainya kami mampu maka kami akan melakukannya. Rambut Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai ke bahunya.’ Dan disunnahkan sifat rambut seorang seperti sifat rambut Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Kalau panjang maka sampai ke bahu, kalau pendek maka sampai ke daun telinga.”
Beliau rahimahullah juga berkata, ”Dibencikah mencukur rambut kepala pada selain haji dan umrah? Ada dua riwayat, Pertama: Dibenci, berdasarkan sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, ’Tanda mereka adalah bercukur.’ Kedua: Tidak dibenci, berdasarkan larangannya tentang qaza’ (mencukur sebagian rambut dan membiarkan sebagian lainnya), ’Cukurlah semua atau biarkan semua.’ (HR. Abu Dawud).
Ibnu Abdil Barr berkata, ’Para ulama di setiap tempat bersepakat bolehnya bercukur.’ Cukuplah ini sebagai hujjah.” (Mukhtashar al-Inshaf wa Syarh al-Kabir [1/28])


(3) Pendapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab tentang Khawarij

Bagaimana mungkin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dikategorikan termasuk hadits yang disinyalir Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang Khawarij, padahal beliau sendiri berlepas diri dari Khawarij.
Perhatikan ucapannya, ”Telah mutawatir hadits-hadits dari Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- tentang ciri-ciri khawarij, kejelekan mereka serta anjuran memerangi mereka.” (Mukhtashar Sirah Rasul [hal.498])


(4) Ibadah dengan mencukur gundul merupakan syi’ar Khawarij

Adapun ucapan saudara ”Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya”, ini merupakan kesalahan dan kejahilan. Sebab ibadah dengan cukur gundul ini adalah syi’ar aliran sesat Khawarij dan diikuti sebagian sufi.

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata dalam Fatawanya (hal. 347), ”Alasan para ulama membenci cukur rambut dan menganggapnya menyelisihi sunnah karena hal itu adalah syi’ar Khawarij dahulu.” (lihat pula Aridhatul Ahwadzi [7/256] oleh Ibnul Arabi dan Fathul Bari [13/669] oleh Ibnu Hajar)

Dan (syi’ar) ini juga diikuti oleh sebagian kelompok sufi, sebagaimana dijelaskan oleh, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam: al-Istiqamah [1/256]
dan muridnya, Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ahkam Ahli Dzimmah [2/749].

Maka, ucapan “Hal ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya” adalah kejahilan dan kesalahan.



Ketiga : Berdusta atas nama hadits [7]

Adapun hadits yang dinukil oleh saudara Masun Said Alwy dari kitab “Jala’udz Dzolam fir Raddi ‘ala Najdi Al-Ladzi Adholla Awam” oleh Sayyid Alwy al-Haddad dari Abbas bin Abdul Muthallib, maka ini adalah kebodohan di atas kebodohan. Sebab hadits ini tidak ada asal usulnya sama sekali dalam kitab-kitab hadits, tetapi tetap dijadikan argumen untuk mendukung hawa nafsunya.

Anda jangan tertipu dengan ucapan di akhirnya : “Al-Hadits”!!

Seandainya itu diriwayatkan oleh ahli hadits, maka mengapa tidak dia sebutkan?! Apa beratnya? Lebih terkejut lagi, kalau anda tahu bahwa ucapan “Al-Hadits” ini sebenarnya bukan dari kitab aslinya, melainkan hanyalah ucapan Masun Said Alwy.

Seharusnya saudara Masun Said Alwy menukil takhrij lucu dari kitab aslinya. Si pengarang kitab tersebut mengatakan, ”Hadits ini memiliki syawahid (penguat-penguat) yang mendukung maknanya, sekalipun tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya.” !!

Kalau memang tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya, mengapa dia berdalil dengannya?! Jadi, hadits ini hanyalah buatan orang tersebut dan yang semodel dengannya. Dia berdusta atas nama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- secara terang-terangan di depan makhluk. Aduhai, alangkah rusaknya hati yang berani berbuat demikian, dan alangkah buruknya hati yang mencintai orang-orang model mereka! Mereka berdusta atas nama Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan mengaku cinta Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Mungkinkah dua hal ini dapat bersatu di hati seseorang?! Sekali-kali tidak, kecuali di hati seorang ahli bid’ah dan pendusta.

Sungguh lucu ucapannya “Tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya”. Seandainya dia menyandarkannya kepada kitab yang tidak ada wujudnya, niscaya akan lebih laris kebohongannya di tengah-tengah orang-orang jahil, bukan bagi para ulama yang mengetahui cahaya ucapan Nabi.

Kami harap anda jangan heran, karena berdusta dan menyebarkan hadits-hadits dusta adalah kebiasaan setiap penggemar bid’ah.



PENUTUP & NASIHAT

Usai kita menanggapi tiga permasalahan di atas, penulis merasa perlu menyodorkan nasihat bagi kita semua dan secara khusus kepada saudara Masun Said Alwy, penulis artikel ”Membongkar Kedok Wahabi”,
(1)     Hendaknya kita mempelajari makna hadits dengan bantuan kitab-kitab syarah (penjelasan) para ulama agar tidak ngawur menafsirkannya.
Alangkah indahnya ucapan Sufyan bin ‘Uyainah,

يَا أَصْحَابَ الْحَدِيْثِ تَعَلَّمُوْا مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ فَإِنِّيْ تَعَلَّمْتُ مَعَانِيَ الْحَدِيْثِ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً

“Wahai penuntut ilmu hadits! Pelajarilah makna hadits, sesungguhnya saya mempelajari makna hadits selama tiga puluh tahun”.

(2)     Hendaknya kita lebih selektif dan kritis dalam menerima berita, sebagaimana yang diperintahkan Alloh dalam kitab-Nya (yang artinya),


“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti.” (QS. al-Hujurat : 6)

Syaikh Muhammad Rasyid Ridha berkata, ”Sesungguhnya telah sampai kepada para ulama India dan Yaman berita-berita tentang Syaikh Ibnu Abdil Wahhab. Lalu mereka membahas, memeriksa, dan meneliti sebagaimana perintah Alloh, hingga jelaslah bagi mereka bahwa para pencelanya adalah pembohong yang tidak amanah.” (Muqaddimah Syiyanatul Insan [hal.29-30])

Maka kepada para pendengki dakwah ini, bersikap adillah kalian dan periksalah berita yang sampai kepada kalian, niscaya kalian akan segera sadar bahwa kalian dibutakan dengan kedustaan dan tuduhan!

(3)     Seringkali kami menasehatkan kepada saudara-saudara kami agar waspada dalam menyampaikan hadits lemah dan palsu, apalagi dusta yang tidak ada asal usulnya. Ditambah lagi, apabila hal itu untuk mendukung selera hawa nafsu. Semua itu dosa yang sangat berbahaya, karena termasuk dusta atas nama Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.

Sebagaimana kami nasehatkan juga agar kita selektif dalam menyebutkan hadits, yaitu hendaknya disertai riwayatnya, jangan hanya sekedar menyebutkan “al-Hadits” begitu saja.
Akhirnya kita memohon kepada Alloh hidayah dan taufiq, sesungguhnya Dia Maha Pemurah.



([1]) Seperti tuduhan kejinya bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab adalah alat Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya, mengkafirkan kaum muslimin, punya keinginan mengaku nabi, merendahkan Nabi n/ dan melecehkannya, menghancurkan makam-makam bersejarah dan tuduhan-tuduhan dusta lainnya. Penulis telah berniat membongkar kebohongan-kebohongan ini secara terperinci pada edisi ini tetapi keterbatasan halaman mengurungkan niatnya. Semoga pada edisi-edisi berikutnya, Alloh memudahkan terwujudnya niat baiknya. Aamiin.

([2]) Disadur dari kitab al-Iraq fi Ahadits wa Atsar al-Fitan oleh Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman, cet. Maktabah al-Furqan.

([3]) Telah diulas bantahannya dalam majalah Al Furqon Edisi 3 Tahun V Rubrik ”Kutub”. Silakan baca kembali.

([4]) Oleh karenanya, para ulama menjadikan hadits ini sebagai salah satu tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad. Lihat Umdatul Qari (24/200) oleh al-’Aini dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah (5/655), dan Takhrij Ahadits Fadhail Syam (hal.26-27) oleh al-Albani rahimahullah.

([5]) ”Tak seorang muslim pun mengatakan tercelanya para ulama Iraq. Bagaimana tidak, para pembesar ahli hadits, fiqh, dan jarh wa ta’dil, mayoritas mereka dari Iraq.” (Mishbah Zhalam [hal.336])

([6]) Disadur dari risalah Sya’rus ar-Ra’si oleh Sulaiman bin Shalih al-Khurasyi.

([7]) Lihat Muqaddimah Hadzihi Mafahimuna oleh Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Syaikh.
http://abiubaidah.com/kritikhadits-wahabi.html/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar